sejarah pencak silat panglipur galih
Perguruan Pencak Silat Panglipur Galih memiliki sejarah yang panjang. Beberapa kali malah menyerempet ke isu kolonialisme Belanda. Didirikan pada tahun 1909 oleh Abah Aleh di Gang Durman dekat Pasar Baru Bandung. Beliau adalah keturunan Banten yang lahir di Garut pada tahun 1856 dan wafat di Garut tahun 1980, pada usianya yang ke 124.
Pemberian nama Panglipur diberikan oleh Bupati Bandung yang bernama Wiranatakusumah. Alkisah dahulu, Bupati Wiranatakusumah jatuh sakit dan kesulitan untuk sembuh. Ditengah kesulitannya tersebut, beliau merasa ingin dihibur oleh kesenian silat yang dipimpin oleh Abah Aleh dan tembang Cianjuran yang dipimpin Bapak Hamim.
Dua kesenian itu terbukti bisa menghibur Beliau hingga keadaan Beliau berangsur membaik. Setelah Beliau sembuh, Beliau menganugrahkan penghargaan dengan memberikan nama kepada pencak silat Abah Aleh dengan nama Panglipur Galih (Pelipur Hati) dan kepada grup tembang Cianjuran Bapak Hamim diberikan nama Panglipur (Penghibur).
Setelah kedua tokoh tersebut berembug, mereka setuju untuk tukar nama, sehingga Pencak Silat Abah Aleh seringkali disebut dengan “Panglipur” saja. Usut punya usut, Panglipur pun ada kepanjangannya, yaitu “Pek Aranjeun Neangan Guru Luhung Ilmu Pikeun Udagan Rasa”. Artinya dalam bahasa Indonesia : Silakan kalian mencari guru, agar tinggi ilmunya, untuk mengejar rasa/bahagia. Unik yah?
Abah Aleh sangat piawai dan mumpuni dalam ilmu silatnya. Beliau mampu memadukan gaya berbagai aliran yang diperolehnya dari berbagai tokoh silat terkemuka yang merupakan guru Beliau. Mereka diantaranya Raden Agus yang mengajarkan aliran Cimande Kampung Baru, Haji Bajuri yang mengajarkan Tepak Dua Cimande dan Sipecut, Gan UU mengajarkan rangkaian Jalan Cikalong, Rd. Enggah Ahmad mengajarkan rangkaian gerak Jalan Muka, Rd. Kosasih mengajarkan Ulin Sabandar, Jurus Si Pitung dan lima rangkaian Jurus Alip Bandul, Rd. Husen Nataningrat mengajarkan permainan Bojong Herang, serta banyak lagi tokoh silat lainnya yang membimbing Beliau dalam menuntut ilmu silat.
Sebetulnya sekretariat pusat Panglipur berada di Bandung, akan tetapi sejarah perkembangannya berada di Garut. Pada tahun 1945 Abah Aleh pindah ke Garut, tepatnya Kp. Sumursari Desa Sukasono Kec. Sukawening Kab. Garut. Dan pada tahun 1974 Abah Aleh menunjuk kepada putri keempatnya Rd. Hj. Enny Rukmini Sekarningrat sebagai Pimpinan penerus HPS Panglipur, serta kepada murid seniornya untuk meneruskan perjuangannya dalam mengurus dan mengembangkan HPS Panglipur. Ketika Rd. Hj. Enny Rukmini meninggal, kepengurusan yang berada di Garut diserahkan kepada Kang Cecep Arif Rahman; nama yang tidak asing bukan?
Himpunan Pencak Silat (HPS) Panglipur, dari tahun 1986, mulai membuka diri sebagai suatu perguruan yang mengembangkan serta mempromosikan keilmuannya hingga ke mancanegara dan berusaha mengkreasikan suatu bentuk seni beladiri yang tetap menjaga tradisi, namun tidak menutup diri terhadap inovasi yang lebih modern. Bidang garapannya tidak hanya dalam segi fisik saja; melalui pelatihan dan diskusi/seminar beladiri; namun juga pada bidang pendokumentasian secara tulisan dan audiovisual, serta penelusuran kesejarahan serta falsafah kesundaannya sebagai jati diri dan referensinya.
Beberapa aliran besar yang dianut dan dikreasikan di Perguruan Pencak Silat Panglipur antara lain :
- Aliran Cimande
- Aliran Cikalong
- Aliran Sabandar
- Aliran Betawi
- Aliran Sera
Latihan pencak silat rutin dilaksanakan di Perguruan Panglipur Galih. Mulai dari anak-anak kecil hingga dewasa. Lalu melakukan latihan bersama dengan cabang Panglipur Galih lainnya. Bagi yang ingin bergabung, perguruan ini tidak memungut biaya, namun syaratnya adalah kemauan dan kecocokan hati. Cukup mendatangi tempat latihan dan menyatakan diri ingin bergabung, anda sudah bisa masuk sebagai salah satu murid di perguruan ini.

Untuk membuka cabang dinegara lain, Panglipur mengirimkan gurunya ke negara tersebut selama 2 minggu. Selama 2 minggu itu hanya beberapa orang yang latih untuk jadi guru silat di negara tersebut. Setelah berlatih selama 2 minggu, orang yang dilatih tersebut harus datang ke Panglipur di Indonesia untuk melanjutkan latihan ketingkat selanjutnya. Hingga akhirnya dinyatakan boleh membuka cabang dengan persetujuan para tokoh silat Panglipur di Indonesia.
Kini, Panglipur eksis melebarkan sayap di mancanegara, bukan hanya memperkenalkan bela diri pencak silat, namun juga sebagai duta budaya Indonesia, dimana terdapat beribu kebudayaan yang harus dipertahankan. Mari terus dukung mereka dengan apa yang bisa kita lakukan
Comments
Post a Comment